Al-Khawarizmi dikenal sebagai bapak Aljabar memperkenalkan bilangan
nol (0), dan penerjemah karya-karya Yunani kuno. Kisah angka nol Konsep
bilangan nol telah berkembang sejak zaman Babilonia danYunani kuno, yang
pada saat itu diartikan sebagai ketiadaan dari sesuatu. Konsep bilangan
nol dan sifat-sifatnya terus berkembang dari waktu ke waktu. Hingga
pada abad ke-7, Brahmagupta seorang matematikawan India memperkenalkan
beberapa sifat bilangan nol. Sifat-sifatnya adalah suatu bilangan bila
dijumlahkan dengan nol adalah tetap, demikian pula sebuah bilangan bila
dikalikan dengan nol akan menjadi nol. Tetapi, Brahmagupta menemui
kesulitan, dan cenderung ke arah yang salah, ketika berhadapan dengan
pembagian oleh bilangan no,l “sebuah bilangan dibagi oleh nol adalah
tetap”. Tentu saja ini suatu kesalahan fatal. Tetapi, hal ini tetap
harus sangat dihargai untuk ukuran saat itu
Ide-ide brilian dari matematikawan India selanjutnya dipelajari oleh
matematikawan Muslim dan Arab. Hal ini terjadi pada tahap-tahap awal
ketika matematikawan Al-Khawarizmi meneliti sistem perhitungan Hindu
(India) yang menggambarkan sistem nilai tempat dari bilangan yang
melibatkan bilangan 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Al-Khawarizmi
adalah yang pertama kali memperkenalkan penggunaan bilangan nol sebagai
nilai tempat dalam basis sepuluh. Sistem ini disebut sebagai sistem
bilangan decimal.Selain itu Al Khawarizmi merupakan penulis kitab
aljabar (matematika) pertama di muka bumi. Beliau juga seorang ilmuan
jenius pada masa keemasan Baghdad yang sangat besar sumbangsihnya
terhadap ilmu aljabar dan aritmetika. Karyanya, Kitab Aljabr Wal
Muqabalah (Pengutuhan Kembali dan Pembandingan) merupakan pertama
kalinya dalam sejarah dimana istilah aljabar muncul dalam kontesk
disiplin ilmu. Nama aljabar diambil dari bukunya yang terkenal tersebut.
Karangan itu sangat populer di negara-negara barat dan diterjemahkan
dari bahasa Arab ke bahasa Latin dan Italia. Bahasan yang banyak dinukil
oleh ilmuwan barat dari karangan Al-Khawarizmi adalah tentang persamaan
kuadrat. Sumbangan Al-Khwarizmi dalam ilmu ukur sudut juga luar biasa.
Tabel ilmu ukur sudutnya yang berhubungan dengan fungsi sinus dan garis
singgung tangen telah membantu para ahli Eropa memahami lebih jauh
tentang ilmu ini. Ia mengembangkan tabel rincian trigonometri yang
memuat fungsi sinus, kosinus dan kotangen serta konsep diferensiasi.
Karya-karya al-Khawarizmi di bidang matematika sebenarnya banyak
mengacu pada tulisan mengenai aljabar yang disusun oleh Diophantus (250
SM) dari Yunani. Namun, dalam meneliti buku-buku aljabar tersebut,
al-Khawarizmi menemukan beberapa kesalahan dan permasalahan yang masih
kabur. Kesalahan dan permasalahan itu diperbaiki, dijelaskan, dan
dikembangkan oleh al-Khawarizmi dalam karya-karya aljabarnya. Oleh sebab
itu, tidaklah mengherankan apabila ia dijuluki ”Bapak Aljabar.”Di
bidang ilmu ukur, al-Khawarizmi juga dikenal sebagai peletak rumus ilmu
ukur dan penyusun daftar logaritma serta hitungan desimal. Namun,
beberapa sarjana matematika Barat, seperti John Napier (1550–1617) dan
Simon Stevin (1548–1620), menganggap penemuan itu merupakan hasil
pemikiran mereka. Selain matematika, Al-Khawarizmi juga dikenal sebagai
astronom. Di bawah Khalifah Ma’mun, sebuah tim astronom yang dipimpinnya
berhasil menentukan ukuran dan bentuk bundaran bumi. Penelitian itu
dilakukan di Sanjar dan Palmyra. Hasilnya hanya selisih 2,877 kaki dari
ukuran garis tengah bumi yang sebenarnya. Sebuah perhitungan luar biasa
yang dapat dilakukan pada saat itu. Al-Khawarizmi juga menyusun buku
tentang penghitungan waktu berdasarkan bayang-bayang matahari.
Setelah al-Khawarizmi meninggal, keberadaan karyanya beralih kepada
komunitas Islam. Yaitu, bagaimana cara menjabarkan bilangan dalam sebuah
metode perhitungan, termasuk dalam bilangan pecahan; suatu penghitungan
Aljabar yang merupakan warisan untuk menyelesaikan persoalan
perhitungan dan rumusan yang lebih akurat dari yang pernah ada
sebelumnya. Di dunia Barat, Ilmu Matematika lebih banyak dipengaruhi
oleh karya al-Khawarizmi dibanding karya para penulis pada Abad
Pertengahan. Masyarakat modern saat ini berutang budi kepada
al-Khawarizmi dalam hal penggunaan bilangan Arab. Notasi penempatan
bilangan dengan basis 10, penggunaan bilangan irasional dan
diperkenalkannya konsep Aljabar modern, membuatnya layak menjadi figur
penting dalam bidang Matematika dan revolusi perhitungan di Abad
Pertengahan di daratan Eropa. Dengan penyatuan Matematika Yunani, Hindu
dan mungkin Babilonia, teks Aljabar merupakan salah satu karya Islam di
dunia Internasional.